Info Terkini :

SMK Negeri 3 Tegal
Jl. Gajahmada 72 D Tegal 52113

Powered by Blogger

Rabu, 11 Februari 2009

Pawang Hujan


Sampai saat ini masih sulit menjelaskan secara ilmiah cara kerja pawang hujan. Bila disebut keberhasilan mereka karena kebetulan, nyatanya keampuhan pawang hujan diyakini banyak orang dan jasa mereka terus dimanfaatkan sampai hari ini.
Memasuki musim hujan banyak orang punya hajat memakai jasa pawang hujan untuk menahan agar curah air itu tidak jatuh selama acara berlangsung. Bahkan, orang yang terbiasa ilmiah pun tak jarang terpaksa tunduk pada kebiasaan itu ketika tiba giliran dia mengadakan hajatan.
Kepala Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Prof Dr Ir Handoko MSc mengatakan sulit menjelaskan secara ilmiah cara bekerja pawang hujan. Pasalnya, tiap milimeter curah hujan pada luasan satu hektar berbobot 10 ton.
”Berapa juta ton air yang ditahan dan berapa besar energi yang dibutuhkan untuk itu. Saya tidak bisa bayangkan, bagaimana satu orang bisa menahan bobot sebesar itu,” kata Handoko, Senin (19/1).
Milimeter curah hujan adalah unit pengukuran untuk menghitung curah hujan yang diterima muka Bumi dalam milimeter supaya tidak perlu mengukur volume yang sangat besar jika luasan permukaan buminya besar. Penghitungan dilakukan dengan mengukur jumlah curah hujan dalam satuan tinggi milimeter dari jumlah volume air yang tertampung di dalam alat penakar hujan di stasiun pengukur cuaca.
Secara terpisah Kepala Subbidang Informasi Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kukuh Ribudiyanto juga mengatakan tidak bisa menjelaskan bagaimana cara kerja pawang hujan. Namun, secara ilmiah hujan bisa dipercepat jatuhnya melalui hujan buatan atau dibatalkan datangnya dengan cara membubarkan awan.
Prinsip hujan buatan adalah menaburkan garam yang bersifat menyerap air untuk menarik uap air ke suatu wilayah yang diinginkan dan bila kejenuhannya tercapai akan turun sebagai hujan. ”Tetapi, garam yang ditaburkan (di udara) ukurannya harus mikron,” kata Handoko.
Ini juga menjelaskan mengapa polusi udara dari asap kendaraan bermotor atau polusi lain dapat meningkatkan peluang hujan karena partikel polusi itu dapat menjadi inti pengembunan uap air di awan yang memperbesar peluang jatuhnya hujan. Bila polusi tersebut mengandung sulfur, hujan yang jatuh pun bersifat asam.
Sedangkan pada pembubaran awan hujan, menurut Kukuh, digunakan bubuk kapur gamping. Gamping bila terkena uap air di udara akan mengeluarkan energi panas yang akan menguapkan partikel air di awan sehingga awan pun menghilang.
Dengan penalaran ilmiah, artinya seorang pawang hujan harus memiliki energi sangat besar, bisa berupa tiupan angin yang bisa membubarkan awan atau energi panas yang sangat besar untuk menguapkan titik air di awan.
”Jadi, pawang hujan itu harus punya energi sangat besar untuk didorong ke langit,” ujar Kukuh Ribudiyanto.
Pengetahuan alam
Penjelasan fisika dan kimia umumnya menyebutkan, hujan terjadi dari uap air yang mengalami pengembunan di atmosfer sehingga membentuk titik air yang cukup berat, biasanya berdiameter 0,5-5 milimeter sehingga tidak lagi dapat melawan gaya tarik bumi. Hujan merupakan bagian penting dalam sistem tata air bumi.
Uap air terbentuk karena air di muka bumi dipanasi energi matahari lalu naik ke atmosfer, membentuk partikel air atau kristal es berukuran amat kecil, rata-rata berdiameter 0,01 milimeter. Kumpulan miliaran partikel uap air itu membentuk awan dengan tersedianya partikel, seperti debu atau garam di atmosfer yang berperan sebagai inti pengembunan.
Awan juga bermuatan listrik positif di bagian atasnya dan di bagian dasarnya bermuatan negatif. Perbedaan muatan listrik itu menghasilkan kilat.
Menurut Kukuh, BMKG memantau terutama cuaca, suhu, kelembaban, arah, kecepatan angin, radiasi matahari, dan penguapan yang menentukan pertumbuhan awan. Dari situ dapat diperkirakan terjadi atau tidaknya hujan. Misalnya, bila kelembaban udara lebih dari 80 persen—yang berarti banyak uap air karena tingginya penguapan—kemungkinan terbentuknya awan menjadi lebih besar.
Metafisika
Sementara ilmu pengetahuan belum dapat menjelaskan cara bekerjanya pawang hujan yang menggunakan bermacam cara, pimpinan Pondok Pesantren Sunan Drajat KH Abdul Ghofur mengatakan, ada doa-doa untuk mendatangkan dan menolak datangnya hujan.

”Semua berasal dari doa ajaran Nabi Muhammad SAW. Santri di pondok diajar juga doa-doa ini,” kata KH Ghofur yang pondoknya berada di Lamongan. ”Uap dari laut yang kena panas matahari akan naik menjadi sinar laki-laki dan uap dari penguapan dedaunan menjadi sinar perempuan. Dengan berdoa mengucapkan nama-nama suci Allah, asmaul husna, akan terbentuk sinar lelaki dan sinar perempuan.”

”Doa itu mengeluarkan energi, aura, yang bisa difoto dengan kamera aura,” ujar KH Ghofur. Aura yang bersifat feminin akan menjadi hujan, sementara aura maskulin akan membubarkan awan hujan. Tergantung doa apa yang diucapkan, energi yang keluar menyertai doa itu akan mendatangkan atau menahan hujan.

KH Ghofur sendiri sudah beberapa kali membantu bila ada yang meminta bantuan. Dia pernah diminta konglomerat besi baja dunia, Lakshmi Mittal, Chairman and Chief Executive Mittal Steel Company Ltd, ketika menikahkan anaknya di Paris, Perancis. Dia juga pernah diminta bantuan oleh teman baiknya, pemuka agama Hindu dari India, untuk menahan hujan saat menikahkan anaknya di Kuala Lumpur, Malaysia, dan di Lucknow, India.

Doa-doa yang dia baca itu lalu dia tulis di kertas yang kemudian dimasukkan di bagian daun pucuk muda pohon pisang atau ditanam di tanah. ”Bisa menahan hujan selama enam jam. Kalau butuh menahan hujan lebih lama, doa yang sama dibaca lagi,” katanya.

Tentang laku puasa yang dipraktikkan sejumlah pawang hujan, dia sebut sebagai bagian dari menjauhkan diri dari nafsu sehingga membantu konsentrasi saat menjalani pekerjaan sebagai pawang.

Handoko dan Kukuh Ribudiyanto tidak menafikan praktik pawang hujan. Handoko mengatakan, banyak hal belum dapat dijelaskan secara ilmiah saat ini, tetapi bukan berarti tidak dapat dijelaskan nantinya ketika ilmu pengetahuan semakin berkembang.

”Seratus tahun lalu siapa dapat membayangkan kehadiran internet dan perubahan akibat teknologi itu,” kata Handoko. ”Itu masuk dalam domain metafisika, sementara ilmu meteorologi dalam domain fisika, walau bisa saja keduanya berpotongan.”

dikutip dari kompas



Tidak ada komentar: