Depdiknas Rumuskan Tiga Kompetensi Kunci
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) akan merumuskan tiga kompetensi kunci untuk melengkapi sistem kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang saat ini sedang diimplementasikan di sekolah-sekolah.
Kepala Seksi Pelaksana Kurikulum Depdiknas Didik Prangbakat mengatakan, tiga formulasi tersebut adalah kemampuan untuk bertindak secara otonom, menggunakan alat secara interaktif, dan memfungsikan diri dalam kelompok-kelompok yang secara sosial heterogen.
"Tiga kompetensi itu yang selama ini diterapkan di negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)," katanya saat membuka Simposium Pembelajaran Bahasa Inggris Sekolah Dasar, di Jakarta, kemarin.
Yang dimaksud kompetensi bertindak secara otonom adalah individu dituntut untuk mampu mengelola hidupnya sendiri secara bermakna dengan berperan aktif dalam membentuk hidupnya sendiri.
Tentunya untuk mencapai kompetensi ini diperlukan kemampuan memajukan diri sebagai subyek yang harus mengambil risiko dan bertanggung jawab sebagai warga negara, anggota masyarakat, anggota keluarga, pekerja, dan tanggung jawab sebagai warga negara.
Kompetensi menggunakan alat secara interaktif berarti alat kebendaan, bahasa, simbol, dan informasi tidak hanya menjadi indikator pasif, tetapi secara instrumental menjadi bagian dari dialog interaktif antara individu dengan lingkungannya.
Sedangkan kompetensi kemampuan bersosialisasi dalam masyarakat yang multikultural bertujuan agar individu mampu berhubungan baik dengan orang lain, bekerja sama, mengelola, dan dapat menyelesaikan konflik.
"Tiga formulasi kunci itu dapat mengantarkan anak didik mengarungi kehidupan yang sukses dan berpartisipasi secara efektif dalam berbagai bidang kehidupan," katanya.
Kurikulum
Terkait dengan kurikulum, Didik menjelaskan isu seputar kurikulum selama ini selalu menjadi sorotan di kalangan masyarakat. "Setiap menjelang atau sesaat setelah pergantian kurikulum baru, publik selalu ramai memperbincangkannya. Bahkan hingga kini sudah berkali-kali ganti kurikulum," katanya.
Menurut Didik, pada era Orde Baru, kurikulum menjadi bagian dari subordinasi politik. Bahkan selama orde itu, sudah pernah diberlakukan kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994.
Ia menjelaskan, pascareformasi diberlakukan kurikulum berbasis kompetensi (Kurikulum 2004) yang kemudian menjadi KTSP, namun dalam pelaksanaanya hanya mengandalkan kreativitas dan kemampuan guru.
Menurut dia, perlunya terbosan baru untuk mengembangkan kompetensi ideal guna mencapai tataran yang dikehendaki. Artinya, jika hanya mengandalkan kompetensi kurikulum seperti tertuang dalam KTSP maka tidak akan mampu menggapai sosok manusia yang diidealkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar