JAKARTA - Peristiwa memalukan kembali terjadi di dunia pendidikan. Tahun ini terdapat 19 SMA di Indonesia yang 100 persen siswanya tidak lulus ujian nasional (unas). Diduga, itu disebabkan kunci jawaban palsu yang diedarkan sekolah kepada siswa.
Kasus tersebut terkuak di SMA Negeri 2 Ngawi, yang merupakan sekolah favorit di kota kecil di ujung barat Jawa Timur. Dirjen Dikdasmen Depdiknas Suyanto juga alumnus sekolah itu. Kemarin sekolah tersebut mengundang seluruh wali murid kelas tiga. Kepala Dinas Pendidikan Ngawi Abimanyu dan Bupati Ngawi Harsono juga dihadirkan dalam pertemuan sekolah dengan wali murid tersebut.
Dalam pertemuan tertutup itulah, menurut sumber, terkuak bahwa hasil scan lembar jawaban komputer (LJK) unas menunjukkan seluruh siswa kelas tiga SMAN 2 Ngawi (315 anak) dinyatakan tidak lulus. Para wali murid ditenangkan dan dijanjikan ujian nasional ulang pada 8-12 Juni 2009.
Dalam pertemuan itu juga diungkapkan penyebab ketidaklulusan tersebut. Yakni, semua siswa menggunakan bocoran kunci jawaban untuk mengerjakan soal unas. Tentu saja tujuannya mengatrol nilai para siswa dan menjamin kelulusan 100 persen. Ternyata kunci yang beredar itu salah. Dan, hasilnya justru 100 persen siswa tidak lulus.
Para wali murid gempar. Sebab, sebagian siswa SMAN 2 telah diterima di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) favorit melalui jalur PMDK (penelusuran minat dan kemampuan). Dengan adanya kasus tersebut, tentunya membatalkan hasil tes PMDK.
Sempat tersiar kabar bahwa kunci jawaban palsu itu dari Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) untuk menyukseskan penyelenggaraan unas. Apalagi, pengumuman unas yang rencananya dilakukan minggu ketiga Juni 2009 bersamaan dengan jadwal kampanye pilpres. Karena itu, kalau unas tidak diselamatkan, stabilitas politik bisa terganggu.
Dikonfirmasi terkait kasus yang terjadi di SMAN 2 Ngawi, Ketua BSNP sebagai penyelenggara Unas Prof Mungin Eddy Wibowo membantah bahwa pihaknya terlibat dalam pemberian kunci jawaban palsu. ''Itu sama sekali tidak benar. Kalaupun kami mengedarkan, mengapa harus kunci jawaban palsu? Saya tidak tahu dari mana hal itu bisa mencuat,'' katanya.
Kendati demikian, Mungin membenarkan adanya kasus di SMAN 2 Ngawi. Lantaran memercayai kunci jawaban palsu yang beredar, semua siswa tidak lulus unas. ''Setelah kami cocokkan dengan kunci jawaban asli, jawabannya salah semua. Akibatnya, mereka tidak lulus,'' terangnya. Sebab, jawaban yang salah itu untuk semua mata pelajaran yang diujikan.
Sebagaimana diketahui, ada empat mata pelajaran yang diujikan dalam unas SMA. Yaitu, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika.
Mungin menjelaskan, jawaban soal siswa SMAN 2 Ngawi semua sama. ''Tapi, jawaban yang sama itu salah,'' ujarnya. Temuan di lapangan itu, kata Mungin, disampaikan oleh Tim Pemantau Independen (TPI), Inspektorat Jenderal (Itjen), dan masyarakat.
Setelah melalui pertemuan antara BSNP, Irjen, dan TPI, akhirnya diputuskan untuk mengulang unas. ''Kalau tidak, kasihan siswa. Mereka malah tidak lulus semua. Dengan pertimbangan itu, akhirnya kami adakan ujian ulang,'' jelasnya.
Ujian ulang itu, kata Mungin, dianggap tak menyalahi aturan. Sebab, pada ujian pertama telah terjadi kecurangan sehingga ujian tersebut dibatalkan. ''Jadi, ini bukan ujian susulan, tapi ulangan. Sebab, kami telah membatalkan ujian pertama. Kalau ujian tidak diulang, mereka tak lulus semua,'' ucapnya. Untuk itu, pihaknya telah memanggil kepala dinas pendidikan setempat terkait kasus tersebut.
Mungin mengatakan, pihaknya telah mewanti-wanti agar siswa tidak memercayai kunci jawaban palsu yang beredar. ''Kami sudah mengingatkan sejak awal. Ini merupakan tanggung jawab sekolah untuk mengontrol yang terjadi di lapangan,'' ujarnya.
Di bagian lain, Koordinator TPI dan Pengawas Unas Tingkat Nasional Haris Supratna membeberkan bahwa kecurangan itu tidak hanya terjadi di SMAN 2 Ngawi, tapi juga di 18 SMA lain yang tersebar di berbagai daerah. Yaitu, Palembang, Bengkulu, NTB, Gorontalo, Jabar, dan Jatim.
Kecurangan itu terungkap berawal dari ditemukannya pola jawaban yang sama pada lembar jawaban ujian nasional (LJUN) siswa oleh TPI. Kecurigaan itu semakin kuat karena pola jawaban tersebut tidak hanya ditemukan pada satu mata pelajaran, namun juga pelajaran yang lain. ''Kalau di SMAN 2 Ngawi, kami menemukan itu pada semua mata pelajaran. Contohnya, jawaban siswa A semua, sampai soal kesepuluh. Padahal, penyusun naskah soal tidak mungkin menyusun kunci jawaban A semua sampai sepuluh soal,'' tuturnya.
TPI melanjutkan penelusuran dengan mencocokkan apakah pola jawaban yang sama itu ditemukan di kelas lain atau tidak. Ternyata, kata Haris, di semua kelas SMAN 2 Ngawi juga menjawab soal dengan pola jawaban sama. ''Jadi, jawaban satu sekolah itu sama. Nggak mungkin rasanya kalau semua itu tidak dilakukan secara sistematis,'' ungkapnya.
Dari temuan itu, akhirnya TPI bersama BSNP mencocokkan dengan kunci jawaban asli. Hasilnya, semua jawaban siswa SMAN 2 Ngawi salah. Fenomena serupa terjadi di 18 sekolah yang lain. ''Ada yang jurusan IPA saja, atau IPS saja. Ada juga yang dua-duanya,'' terang rektor Unesa (Universitas Negeri Surabaya) itu.
Lantaran merupakan kecurangan, ujian tersebut harus diulang. Pengambilan kebijakan itu merupakan bentuk sanksi yang diberikan kepada sekolah. ''Itu namanya sanksi moral. Sebab, mereka harus mengulang ujian. Kami berharap kasus ini tidak terulang,'' ungkapnya.
Haris menegaskan, adanya kasus tersebut tidak berarti telah terjadi kebocoran kunci jawaban unas. ''Karena
kan ternyata jawabannya tidak cocok,'' ujarnya. Kendati telah ditemukan kecurangan, baik BSNP maupun TPI tidak berani menyebut pihak yang paling bertanggung jawab. Sanksi tegas terhadap sekolah maupun siswa yang melakukan kecurangan juga belum diberlakukan. Tak urung, kecurangan dalam unas dari tahun ke tahun masih terjadi. Padahal, tahun ini pemerintah telah menggandeng PTN untuk mengawasi pelaksanaan unas.